Selasa, 29 Mei 2012

Sejarah Asal Usul Kabupaten Majalengka

Majalengka katelah daerah atawa kota anu miboga waktos langkung panjang. Numutkeun beberan ti narasumber, dina abad ka-15 anu ayeuna nami Majalengka, nangtung hiji karajaan Hindu, nyaeta Karajaan Sindangkasih.

Di sakitar tahun 1480 M, Desa Sindangkasih di Ratuan ku anu jenengannana Nyi Rambut Kasih katurunan Prabu Siliwangi anu pageuh nganut Agama Hindu. Ratu masih dulur sareng Rarasantang, Kiansantang sareng Walang Sungsang, anu lebet Agama Islam.Timana asal ratu di dicaritakeun. Namina Ratu Nyi Rambut sabagian aya nu nyebut Nyi Ambet Kasih anu marentah nagara kalayan bijaksana nu ngajadikeun Nagara Sindangkasih hiji daerah anu aman makmur, Gemah Ripah Loh Jinawi Tata Tentrem Kerta Raharja. 

Rahayatna hirup aman santosa jadi Sindang Kasih meunang gelar sugih mukti anu boga harti beunghar jeung meunang kabagjaan atawa bungah rahayatna. Rahayat Nyi Rambut Kasih lolobana migawe tatanen anu utamana nyaeta melak pare.

Sabagian daerahna nyaeta paleuweungan. Di jero paleuweungan eta salain tina tangkal kayu jati tapi pinuh oge ku tangkal buah maja. Dahan tangkal buah maja lempeng jeung luhur-luhurna dauna leutik jeug rasana pait anu hasiatna pikeun obat panyakit demam. Buahna sarupa jeung buah kawista tapi kulitna rada hipu eusina kawas boled jenis “nikrom” nu sok di beuleum atanapi dibubuy.

Antara tahun 552 – 1570 Cirebon dipimpin ku sa urang wali nyaeta Syarif Hidayatullah Anu disebut Sunan Gunung Jati. Dina waktu harita urang Cirebon ka serang ku panyakit demam nu kacida hebatna jeung loba nu korban. Sunan Gunung Jati ngutus putrana sina indit ka nagara Sindangkasih pikeun neangan buah maja keur ramuan obat keur ngawaraskeun rahayatna – sakaligus keur nyebarkeun Agama Islam.

Pangeran Muhamad angkat nuju ka Sindangkasih disarengan ku istrina nyaeta Nyi Siti Armilah.

Nyi Rambut Kasih Ratu Sindangkasih nu waspada paromana tinggal geus nyaho, rek kadatangan utusan Sunan Gunung Jati. Manehna henteu rela daerahna ditincak anu nganut Agama Islam. Sa encanna kapanggih jeung Pangeran Muhamad, leuweung Sindangkasih anu tadina pinuh ku tangkal maja ngadadak leungit rupa jadi leuweung geledegan teu aya hiji oge tangkal maja di leuweung eta. Pangeran Muhamad kaserang istrina ngarasa kacida jeung kaget, sa eunggeus datang ka Sindangkasih nyatana buah maja teh leungit atawa langka. Tiharita anu diucapkeun ku Pangeran Muhamad jadi buah majaẻ langka, nepi ka ayeuna jadi Majalengka.



Kecap Majalengka


Menelusuri Sejarah Kecap Majalengka

TINJAU MAJALENGKA- Berkunjung ke Majalengka, maka yang akan terpikir di benak kita adalah kecap. Maklum saja, selain poruksi genting, Majalengka dikenal sebagai Kabupaten produksi kecap terbesar di Jawa Barat.

Kendati belum didukung dengan promosi besar-besaran, namun kecap Majalengka yang dikenal dengan Kecap Segi Tiga itu, terbukti mampu bertahan selama setengah abad lebih sejak 1952 silam. Dengan dukungan beberapa daerah tetangga sebagai pemasok bahan baku, Kecap Segi tiga Majalengka masih mampu bertahan sampai saat ini.
Beberapa daerah tercatat sebagai pemasok utama bahan baku pembutan Kecap yang dirintis oleh H. Lukman pada tahun 1952 itu, seperti Cirebon, Bandung, Banjar, Cianjur. Daerah itu, secara tidak langsung menjadi bagian dari perjalanan sejarah dan eksistensi Kecap Segi tiga Majalengka.
Staf marketing Kecap Segi Tiga, Yana Yuliana, membeberkan dalam satu bulan, dibutuhkan sekitar 5-6 ton kacang kedelai hitam untuk 150 kali penggodogan kecap yang bisa menghasilkan sebanyak 500 botol kecap ukuran 250 Ml.
Selama satu bulan itu juga, kami melakukan proses pembuatan kecap dari nol sampai dengan siap jual. Proses permentasi adalah proses yang paling lama, bisa menghabiskan waktu selama 15-20 hari,” terang Yana di ruang kerjanya, Jl. Raya Tonjong No. 12 Kabupaten Majalengka.
Seiring berjalannya waktu, kini kecap Segi tiga Majalengka memiliki rasa yang berfariativ. Selain rasa, kecap segi tiga juga tersedia dalam kemasan menarik dengan berbagai ukuran. “Awalnya, pada tahun 1952 silam, hanya memproduksi dua rasa, yaitu manis sedang dan asin. Baru kemudian pada tahun 2006 kami memproduk rasa manis. Jadi sampai sekarang kecap segi tiga memiliki tiga rasa, yakni asin, manis sedang dan manis,” papar dia.
Selain itu, kemasan kecap segi tiga pun semakin variatif, yakni dari mulai kemasan reffil, ukuran 140 Ml, 225 Ml, 250 Ml, 300 Ml, 500 Ml hingga ukuran paling besar 600 Ml. Dengan ukuran yang berfariatif itu, sampai saat ini sedikitnya ada tujuh daerah, yakni Subang, Indramayu, Cirebon, Sumedang, Kuningan, Bandung dan Tangerang yang menjadi daerah pemasaran.
“Bahkan sampai dengan sekarang,  kecap segi tiga alhamdulillah sudah masuk ke supermarket di Kabupaten Majalengka dan Kabupaten Kuningan. Tahun depan, insya Aloh kecap segi tiga akan mengisi mini market. Untuk tahap awal, wilayah Cierbon-Indramayu-Majalengka-Kuningan (Ciayumajakuning) akan menjadi sasaran pemasaran kami untuk ruang lingkup mini market,” imbuhnya


Tempat Menarik di Majalengka

Tulisan ini merupakan catatan awal tentang tempat Wisata Majalengka. Majalengka adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Barat, dengan kode area telepon 0233, berbatasan dengan Indramayu di Utara, Cirebon dan Kuningan di Timur, Ciamis dan Tasikmalaya di Selatan, serta Sumedang di Barat. Bagian Utara merupakan dataran rendah, di Selatan berupa pegunungan, dan di Timur ada Gunung Ceremai (3.076 m).




Wisata Majalengka

Curug Baligho, Majalengka
Wisata Majalengka di Dusun Baligho, Desa Padaherang, Kec Sindangwangi, berupa air terjun alami setinggi 30 m yang sumber air airnya berasal dari sungai Padabeunghar.


Curug Cibali, Majalengka
Wisata Majalengka di Desa Cikondang, Kec Cingambul, 39 km dari pusat Kota Majalengka, dengan akses kurang baik, tidak ada angkutan umum, dan belum ada fasilitas pendukung memadai.


Curug Cilutung, Majalengka
Wisata Majalengka di Desa Campaga, Kec Talaga Kulon, 28 Km dari pusat Kota Majalengka, dengan akses cukup baik, namun belum ada angkutan umum.


Curug Muara Jaya, Majalengka
Wisata Majalengka di Desa Argamukti, Kec Argapuradenganr, beketinggian 75 m, dengan jalur alternatif pendakian ke Gunung Ciremai, area berkemah dan upacara adat tahunan Pareresan.


Curug Tonjong, Majalengka
Wisata Majalengka di Desa Teja, 3,5 Km dari Kec Rajagaluh atau Terminal Bus Rajagaluh, dengan hawa pegunungan yang sejuk segar.


Hutan Prabu Siliwangi dan Kolam Renang Talaga Emas Situ Cipadung, Majalengka
Tempat Wisata seluas area 3 Ha di Desa Pajajar, Kec Rajagaluh, 4 km dari terminal Rajagaluh, dengan hutan lindung, kolam renang, pemandian air panas, patilasan Prabu Siliwangi, Sumur Kejayaan, dll.


Kolam Renang Sang Raja, Majalengka
Wisata Majalengka di Kelurahan Cigasong, dekat Terminal Sindangkasih, tempat rekreasi keluarga raja di masa Belanda, dengan pepohonan tua, tugu peninggalan Belanda, arena bermain anak, dll.
Makam Syeh Syarif Arifin, Majalengka
Tempat Wisata di Desa Singdangwasa, Kec Palasah, di jalur Jl. Raya Majalengka – Cirebon, yang menyebarkan Agama Islam dan mengembangkan pertanian di daerah Majalengka.
Museum Talaga Manggung, Majalengka
Wisata Majalengka di Desa Talaga Kulon, Kecamatan Talaga, 30 KM dari kota Majalengka, yang menyimpan benda-benda bersejarah peninggalan Kerajaan Talaga Manggung (1291 M – 1530 M).
Patung Dinosaurus, Majalengka
Wisata Majalengka di Desa Lemahputih, Kec Lemahsugih, 37 Km dari Kota Majalengka, dengan area taman bermain anak-anak, cafetaria, kolam renang, lapangan golf, dan motorcross.

Kesenian Sampyong Majalengka




Pada tahun 1960 di daerah Cibodas Kecamatan Majalengka tumbuh sebuah permainan rakyat yang dikenal denganujungan. Permainan ini merupakan permainan adu ketangkassan dan kekuatan memukul dan dipukul dengan mengunakan alat yang terbuat dari kayu atau rotan berukuran 60 cm. Pemain terdiri atas dua orang yang saling berhadapan, baik laki-laki maupun perempuan, dipimpin oleh seorang wasit yang disebut malandang. Kedua pemain menggunakan teregos, yaitu tutup kepala yang terbuat dari kain yang diisi dengan bahan-bahan empuk sebagai pelindung kepala. Tutup kepala demikian dikenal pula dengan sebutan balakutal. Sasaran pukulan pada permainan ujungan tidak terbatas, dari ujung kepala hingga ujung kaki tanpa di tangkis. Seorang pemain dapat memukul lawanya sebanyak-banyaknya, atau bahkan dipukul sebanyak-banyaknya, hingga salah seorang diantaranya dinyatakan kalah karena tidak lagi kuat manehan rasa sakit akibat pukulan.
Pada deskripsi profil ini, ujungan tidak dikatagorikan seni bela diri, karena seorang pemain tidak melakukan jurus tangkisan. Walupun demikian, permainan ini tetap dianggap sebagai sebuah karya seni karena didalamnya terdapat unsur-unsur kesenian, misalnya seperangkat gamelan pencak silat yang ditabuh sepanjang permainan ujungan dilaksanakan. Adegan ibing pencak silat yang manis. Pukulan ditandai dengan seruan sang maladang : “ Biluuk! “, disusul kemudian dengan pukulan kearah yang diinginkan.
Karena sifat permainan yang terlalu bebas, maka permainan ini dianggap terlalu berbahaya dan tidak banyak orang yang sanggup memainkannya. Beberpa orang tokoh ujungan mencoba membuat penyempurnaan-penyempurnaan, dengan cara menyederhanakan aturan permainan. Setidaknya terdapat tiga butir aturan esensial yang terdapat pada aturan permainan yang baru, yaitu :
  • Seorang pemain hanya diperkenankan memukul sebanyak 3 (tiga) kali pukulan; dan
  • Sasaran pukulan hanya sebatas betis bagian belakang, tidak lebih dari itu.
  • Pemain dapat bermain pada kelas yang ditentukan menurut usia, misalnya golongtan tua, menengah, pemuda, dan anak-anak.
Seiring dengan berlakunya peraturan yang baru itu, maka nama ujungan pun ditinggalkan. Nama permainanyang lebih populer adalah “ Sampyong ”, Sam = Tiga dan Pyong = Pukulan. Nama baru ini terucap begitu saja dari salah seorang penonton keturunan Cina ketika ia menyaksikan permainan ini. Kiranya ia tertarik pada jumlah pukulan pada permaianan ini hingga kemudian terucaplah kata Sampyong yang kemudian melekat menjadi sebutan permainan sampai sekarang.

Sebagai sebuah seni pertunjukan, sampyong dihidangkan pada acara-acara tertentu, misalnya pada acara hajatan, dan kini lebih sering terlihat pada acara kontes ketangkasan domba (adu domba). Berikut beberapa urutan pertunjukan sampyong pada suatu acara khusus :
  1. Seluruh peserta memasuki arena dipimpin oleh seorang wasit, melakukan penghormatan kepada penonton dengan iringan kendang pencak dan lagu Golempang.
  1. Pertunjukan eksibisi, yang dimainkan oleh dua orang tokoh ujungan, sebagai pertunjukan pembuka.
  1. Pertunjukan utama, seorang pemain berhasapan dengan pemain lainnya menurut urutan panggilan, dipimpin oleh seorang maladang.
Tokoh-tokoh yang berjasa mengembangkan seni sampyong antara lain : Sanen (Almarhum), Abah Lewo, Mang Kiyun, mang Karta, K. Almawi, Baron, Komar, Anah, Emindan beberapa tokoh lainnya yang tersebar di beberapa daerah Majalengka. Berkat keulatn para tokoh itu, sampyong tersebar kebeberapa daerah diantaranya Cibodas, Kulur, Sidangkasih, Cijati, Simpeureum, Pasirmuncang, dan beberapa daerah lainnya. Sebagai penghormatan, kelompok seni sampyong Mekar Padesaan dari simpeureum pernah mewakili Jawa Barat pada event pertunjukan seni olah raga di Bali beberapa waktu yang lalu.



Kuda Renggong

Kuda renggong tumbuh dan berkembang di Kabupaten Majalengka sejak tahun 1950-an. Adalah sebuah seni pertunjukan rakyat yang bersifat helaran dan pada awalnya disiapkan melayani pesta sunat. Penampilannya kemudian bukan hanya untuk pesta sunat,-namun dipersiapkan juga untuk acara lain, seperti upacara hari besar, festival, menyambut tamu, dll.

Menurut penuturan salah seorang pelatih kuda renggong di Desa Heuleut, Leuwimunding, melatih kuda untuk bisa menari sesuai irama kendang bukan hal yang mudah. Seperti halnya melatih hewan sirkus, melatih kuda memerlukan kesabaran dan_cukup banyak memakan waktu. Kemampuan menari sambil berjalan kemudian ditambah dengan kemampuan atraksi bermain pencak silat. Adegan yang tampak adalah kuda berdiri tertumpu pada sepasang kaki belakang, sedangkan pasangan kaki depan melakukan gerakan-gerakan silat. Ini merupakan puncak pertunjukan kuda renggong, yang biasanya ditampilkan setelah kuda renggong melakukan arak arakan keliling kampung ditunggangi anak sunat. Dalam acara festival, selain keindahan pernak-pernik pakaian clan gerakan tari, gerakan silat ini menjadi fokus penilaian utama.Alat musik yang digunakan pada awalnya adalah seperangkat waditra yang digunakan pada pencak silat namun dilengkapi dengan seorang sinden. Penyajian musik pada kuda renggong menjadi lebih atraktif dengan ditambahkannya alat musik modern – biasanya sebuah gitar melodi elektrik – yang menampilkan lagu-lagu jogedan. Pada saat arak-arakan pengantin sunat, masyarakat sekitar yang suka menari atau berjoged turut memeriahkan suasana berjoged di depan kuda dengan maksud untuk menghibur pengantin sunat. Pengantin sunat sendiri dinaikkan di atas Kuda dengan didandani pakaian Gatotkaca sehingga tampak gagah, seperti seorang ksatria kecil sedang menunggang kuda.
Di Majalengka perkembangan kesenian kuda renggong berkembang pesat dan tersebar hampir di semua kecamatan. Dengan tidak menafikan makna spiritual yang dikandungnya, kuda renggong di Majalengka menjadi fenomena hiburan yang digemari oleh semua lapisan mas.yarakat. Studio Radio Indraswara Majalengka bahkan membuat mementum yang bagus, yakni dengan membuat jadwal festival Kuda Renggong setiap tahun sekali. Pada saat festival inilah masyarakat­mendapat kesempatan mengapresiasi kesenian kuda renggong, sekaligus memahami makna yang dikandungnya. Arthur Nalan (2003) menyebutkan bahwa “makna simbolis kuda renggong adalah makna spiritual, makna interaksi makhluk Tuhan, bermakna spiritual, teatrikal dan makna universal.
Nama-nama kelompok kesenian kuda renggong di Majalengka merujuk kepada nama atau julukan yang diberikan kepada kuda yang menjadi ronggeng-nya. Misalnya Si Walet Group, karena nama kudanya adalah.Si Walet, demikian pula halnya dengan nama-nama seperti Si Paser Group, Si Kalong Group, dsb. Nama-nama ini juga tidak diberikan begitu saja, karena pemberian nama juga harus mempertimbangkan wanda (bentuk tubuh), karakter, dan tingkat keterampilan kuda. Misalnya Si Kalong Hideung, nama ini diberikan karena kulit tubuh kuda dimaksud berwarna hitam dan bermata seperti kalong, Si Paser karena keterampilan berlarinya yang cepat melesat seperti sebuah paser (anak panah). Beberapa nama kuda di beberapa daerah ada yang sama, ini disebabkan oleh penyebaran keturunan, balk pemilik kuda maupun kuda sendiri. Atau bahkan karena pemilik kuda yang satu berguru kepada pemilik kuda yang lain, sehingga – dengan komitmen seperlunya – memberikan nama yang sama kepada kuda yang dimilikinya.

Hingga saat ini, tercatat ada 50 group kesenian kuda renggong di Majalengka. Indraswara penyelenggara festival kuda renggong paling sedikit mengundang sedikitnya 15 group kuda renggong. untuk tampil pada acara festival tahunan yang secara resmi dibuka oleh Bupati Majalengka.
Sedangkan group kuda renggong yang masih eksis saat ini beberapa di antaranya sebagaimana disebut pada tebal di bawah ini.

Hingga saat ini, tercatat ada 50 group kesenian kuda renggong di Majalengka. Indraswara penyelenggara festival kuda renggong paling sedikit mengundang sedikitnya 15 group kuda renggong. untuk tampil pada acara festival tahunan yang secara resmi dibuka oleh Bupati Majalengka.
Sedangkan group kuda renggong yang masih eksis saat ini beberapa di antaranya sebagaimana disebut pada tebal di bawah ini.


Nama GroupNamaPimpinanAlamat
Jaya GiriSi JayaIjahBaribis, Cigasong
SariSi RonaldJuhadiSinarjati, Dawuan
Si Giler GroupSi GilerEntisKasokandel, Dawuan
SriSi AmoyUjang YanaGandu, Dawuan
Pamor BudayaSi Jaya LaksanaTotoSadasari, Argapura
BudayaSi GagakAjidLeuwimunding
Sinar JayaSi DolarDedi SupriatnaCieurih, Maja
MeganadaSi Walet MudaAhmadSukaraja. Jatiwangi
ArpilaSi DiscoAminudinPadahanten, Sukahaji
DimasSi DimasAdeTarikolot, Cigasong
Muda Jaya-KosasihDarmalarang, Banjaran
WaletSi WaletM. SodikinSadasari, Cikijing
Si Kalong HideungSi KalongUjang SutardingPalasah
GatotSi GatotAdarPalasah




Senin, 28 Mei 2012

Sejarah Majalengka



JAMAN HINDU

1.Kerajaan Hindu di Talaga
a.Pemerintahan Batara Gunung Picung
Kerajaan Hindu di Talaga berdiri pada abad XIII Masehi, Raja tersebut masih keturunan Ratu Galuh bertahta di Ciamis, beliau adalah putera V, juga ada hubungan darah dengan raja-raja di Pajajaran atau dikenal dengan Raja Siliwangi. Daerah kekuasaannya meliputi Talaga, Cikijing, Bantarujeg, Lemahsugih, Maja dan sebagian Selatan Majalengka.
Pemerintahan Batara Gunung Picung sangat baik, agam yang dipeluk rakyat kerajaan ini adalah agama Hindu.
Pada masa pemerintahaannya pembangunan prasarana jalan perekonomian telah dibuat sepanjang lebih 25 Km tepatnya Talaga – Salawangi di daerah Cakrabuana.
Bidang Pembangunan lainnya, perbaikan pengairan di Cigowong yang meliputi saluran-saluran pengairan semuanya di daerah Cikijing.
Tampuk pemerintahan Batara Gunung Picung berlangsung 2 windu.
Raja berputera 6 orang yaitu :
- Sunan Cungkilak
- Sunan Benda
- Sunan Gombang
- Ratu Panggongsong Ramahiyang
- Prabu Darma Suci
- Ratu Mayang Karuna
Akhir pemerintahannya kemudian dilanjutkan oleh Prabu Drama Suci.

b.

Pemerintahan Prabu Darma Suci

Disebut juga Pandita Perabu Darma Suci. Dalam pemerintahan raja ini Agama Hindu berkembang dengan pesat (abad ke-XIII), nama beliau dikenal di Kerajaan Pajajaran, Jawa Tengah, Jayakarta sampai daerah Sumatera. Dalam seni pantun banyak diceritakan tentang kunjungan tamu-tamu tersebut dari kerajaan tetangga ke Talaga, apakah kunjungan tamu-tamu merupakan hubungan keluarga saja tidak banyak diketahui.
Peninggalan yang masih ada dari kerajaan ini antara lain Benda Perunggu, Gong, Harnas atau Baju Besi.
Pada abad XIIX Masehi beliau wafat dengan meninggalkan 2 orang putera yakni:
- Bagawan Garasiang
- Sunan Talaga Manggung
c.Pemerintahan Sunan Talaga Manggung
Tahta untuk sementara dipangku oleh Begawan Garasiang,.namun beliau sangat mementingkan Kehidupan Kepercayaan sehingga akhirnya tak lama kemudian tahta diserahkan kepada adiknya Sunan Talaga Manggung.
Tak banyak yang diketahui pada masa pemerintahan raja ini selain kepindahan beliau dari Talaga ke daerah Cihaur Maja.
d.Pemerintahan Sunan Talaga Manggung
Sunan Talaga Manggung merupakan raja yang terkenal sampai sekarang karena sikap beliau yang adil dan bijaksana serta perhatian beliau terhadap agama Hindu, pertanian, pengairan, kerajinan serta kesenian rakyat.
Hubungan baik terjalin dengan kerajaan-kerajaan tetangga maupun kerajaan yang jauh, seperti misalnya dengan Kerajaan Majapahit, Kerajaan Pajajaran, Kerajaan Cirebon maupun Kerajaan Sriwijaya.
Beliau berputera dua, yaitu :
- Raden Pangrurah
- Ratu Simbarkencana
Raja wafat akibat penikaman yang dilakukan oleh suruhan Patih Palembang Gunung bernama Centangbarang. Kemudian Palembang Gunung menggantikan Sunan Talaga Manggung dengan beristrikan Ratu Simbarkencana. Tidak beberapa lama kemudian Ratu Simbarkencana membunuh Palembang Gunung atas petunjuk hulubalang Citrasinga dengan tusuk konde sewaktu tidur.
Dengan meninggalnya Palembang Gunung, kemudian Ratu Simbarkencana menikah dengan turunan Panjalu bernama Raden Kusumalaya Ajar Kutamanggu dan dianugrahi 8 orang putera diantaranya yang terkenal sekali putera pertama Sunan Parung.
e.Pemerintahan Ratu Simbarkencana
Sekitar awal abad XIV Masehi, dalam tampuk pemerintahannya Agama Islam menyebar ke daerah-daerah kekuasaannya dibawa oleh para Santri dari Cirebon.
juga diketahui bahwa tahta pemerintahan waktu itu dipindahkan ke suatu daerah disebelah Utara Talaga bernama Walangsuji dekat kampung Buniasih.
Ratu Simbarkencana setelah wafat digantikan oleh puteranya Sunan Parung.
f.Pemerintahan Sunan Parung
Pemerintahan Sunan Parung tidak lama, hanya beberapa tahun saja.
Hal yang penting pada masa pemerintahannya adalah sudah adanya Perwakilan Pemerintahan yang disebut Dalem, antara lain ditempatkan di daerah Kulur, Sindangkasih, Jerokaso Maja.
Sunan Parung mempunyai puteri tunggal bernama Ratu Sunyalarang atau Ratu Parung.
g.Pemerintahan Ratu Sunyalarang
Sebagai puteri tunggal beliau naik tahta menggantikan ayahandanya Sunan Parung dan menikah dengan turunan putera Prabu Siliwangi bernama Raden Rangga Mantri atau lebih dikenal dengan Prabu Puck Umum.
Pada masa pemerintahannya Agama Islam sudah berkembang dengan pesat. Banyak rakyatnya yang memeluk aama tersebut hingga akhirnya baik Ratu Sunyalarang maupun Prabu Pucuk Umum memeluk Agama Islam. Agama Islam berpengaruh besar ke daerah-daerah kekuasaannya antara lain Maja, Rajagaluh dan Majalengka.
Prabu Pucuk Umum adalah Raja Talaga ke-2 yang memeluk Agama Islam
Hubungan pemerintahan Talaga dengan Cirebon maupun Kerajaan Pajajaran baik sekali. Sebagaimana diketahui Prabu Pucuk Umum adalah keturunan dari prabu Siliwangi karena dalam hal ini ayah beliau yang bernama Raden Munding Sari Ageng merupakan putera dari Prabu Siliwangi. Jadi pernikahan Prabu Pucuk Umum dengan Ratu Sunyalarang merupakan perkawinan keluarga dalam derajat ke-IV.
Hal terpenting pada masa pemerintahan Ratu Sunyalarang adalah Talaga menjadi pusat perdagangan di sebelah Selatan.
h.Pemerintahan Rangga Mantri atau Prabu Pucuk Umum
Dari pernikahan Raden Rangga Mantri dengan Ratu Parung (Ratu Sunyalarang) melahirkan 6 orang putera yaitu :
- Prabu Haurkuning
- Sunan Wanaperih
- Dalem Lumaju Agung
- Dalem Panuntun
- Dalem Panaekan
Akhir abad XV Masehi, penduduk Majalengka telah beragama Islam.
Beliau sebelum wafat telah menunjuk putera-puteranya untuk memerintah di daerah-daerah kekuasaannya, seperti halnya :
Sunan Wanaperih memegang tampuk pemerintahan di Walagsuji;
Dalem Lumaju Agung di kawasan Maja;
Dalem Panuntun di Majalengka sedangkan putera pertamanya, Prabu Haurkuning, di Talaga yang selang kemudian di Ciamis. Kelak keturunan beliau banyak yang menjabat sebagai Bupati.
Sedangkan dalem Dalem Panaekan dulunya dari Walangsuji kemudian berpindah-pindah menuju Riung Gunung, sukamenak, nunuk Cibodas dan Kulur.
Prabu Pucuk Umum dimakamkan di dekat Situ Sangiang Kecamatan Talaga.
i.Pemerintahan Sunan Wanaperih
Terkenal Sunan Wanaperih, di Talag sebagai seorang Raja yang memeluk Agama Islam pun juga seluruh rakyat di negeri ini semua telah memeluk Agama Islam.
Beliau berputera 6 orang, yaitu :
- Dalem Cageur
- Dalem Kulanata
- Apun Surawijaya atau Sunan Kidul
- Ratu Radeya
- Ratu Putri
- Dalem Wangsa Goparana
Diceritakan bahwa Ratu Radeya menikah dengan Arya Sarngsingan sedangkan Ratu Putri menikah dengan putra Syech Abu Muchyi dari Pamijahan bernama Sayid Ibrahim Cipager.
Dalem Wangsa Goparana pindah ke Sagalaherang Cianjur, kelak keturunan beliau ada yang menjabat sebagai bupati seperti Bupati Wiratanudatar I di Cikundul. Sunan Wanaperih memerintah di Walangsuji, tetapi beliau digantikan oleh puteranya Apun Surawijaya, maka pusat pemerintahan kembali ke Talaga. Putera Apun Surawijaya bernama Pangeran Ciburuy atau disebut juga Sunan Ciburuy atau dikenal juga dengan sebutan Pangeran Surawijaya menikah dengan putri Cirebon bernma Ratu Raja Kertadiningrat saudara dari Panembahan Sultan Sepuh III Cirebon.
Pangeran Surawijaya dianungrahi 6 orang anak yaitu :
- Dipati Suwarga-Mangunjaya
- Jaya Wirya
- Dipati Kusumayuda
- Mangun Nagara
- Ratu Tilarnagara
Ratu Tilarnagara menikah dengan Bupati Panjalu yang bernama Pangeran Arya Secanata yang masih keturunan Prabu Haur Kuning.
Pengganti Pangeran Surawijaya ialah Dipati Suwarga menikah dengan Putri Nunuk dan berputera 2 orang, yaitu :
- Pangeran Dipati Wiranata
- Pangeran Secadilaga atau pangeran Raji
Pangeran Surawijaya wafat dan digantikan oleh Pangeran Dipati Wiranata dan setelah itu diteruskan oleh puteranya Pangeran Secanata
Eyang Raga Sari yang menikah dengan Ratu Cirebon mengantikan Pangeran Secanata. Arya Secanata memerintah ± tahun 1962; pengaruh V.O.C. sudah terasa sekali.
Hingga pada tahun-tahun tersebut pemerintahan di Talaga diharuskan pindah oleh V.O.C. ke Majalengka. Karena hal inilah terjadi penolakan sehingga terjadi perlawanan dari rakyat Talaga.
Peninggalan masa tersebut masih terdapat di museum Talaga berupa pistol dan meriam.
2.Kerajaan Hindu Terakhir di Majalengka
Sekitar tahun 1480 (pertengahan abad XV) Mesehi, di Desa Sindangkasih 3 Km dari Kta Majalengka ke Selatan, bersemayam Ratu bernama Nyi Rambut Kasih keturunan Prabu Sliliwangi yang masih teguh memeluk Agama Hindu.
Ratu masih bersaudara dengan Rarasantang, Kiansantang dan Walangsungsang, kesemuanya telah masuk Agama Islam.
Adanya Ratu di daerah Majalengka adalah bermula untuk menemui saudaranya di daerah Talaga bernama Raden Munding Sariageng suami dari Ratu Mayang Karuna yang waktu itu memerintah di Talaga.
Di perbatasan Majalengka – Talaga, Ratu mendengar bahwa di darah tersebut sudah masuk Islam. Sehingga mengurungkan maksudnya dan menetaplah Ratu tersebut di Sindangkasih, dengan daerahnya meliputi Sindangkasih, Kulur, Kawunghilir, Cieurih, Cicenang, Cigasong, Babakanjawa, Munjul dan Cijati.
Pemerintahannya sangat baik terutama masalah pertanian yang beliau perhatikan dan juga pengairan dari Beledug-Cicurug-Munjul dibuatnya secara teratur. Kira-kira tahun 1485 putera Raden Rangga Mantri yang bernama Dalem Panungtung diperintahkan menjadi Dalem di Majalengka, yang mana membawa akibat pemerintahan Nyi Rambut Kasih terjepit oleh pengaruh Agama Islam.
Kemudian lagi pada tahun 1489 utusan Cirebon, Pangeran Muhammad dan istrinya Siti Armilah atau Gedeng Badori diperintahkan untuk mendatangi Nyi Rambut Kasih dengan maksud agar Ratu maupun Kerajaan Sindangkasih masuk Islam dan Kerajaan Sindangkasih masuk kawasan ke Kesultanan Cirebon. Nyi Rambut Kasih menolak sehingga timbul pertempuran antara pasukan Sindangkasih dengan pasukan Kesultanan Cirebon. Kerajaan Sindangkasih menyerah dan masuk Islam, sedangkan Nyi Rambut Kasih tetap memeluk agama Hindu.
Mulai saat inilah ada Candra Sangkala Sindangkasih Sugih Mukti – tahun 1490.
ABAD XVI AGAMA ISLAM MASUK DAERAH MAJALENGKA
Daerah-daerah yang masuk Daerah Kesultanan Cirebon, dan telah semuanya memeluk Agama Islam adalah Pemerintahan Talaga, Maja, Majalengka. Penyebaran Agama Islam di daerah Majalengka terutama didahului dengan masuknya para Bupati kepada agama itu. Kemudian dibantu oleh penyebar-penyebar lain antaranya : Dalem Sukahurang atau Syech Abdul Jalil dan Dalem Panuntun, semua di Maja; Pangeran Suwarga di Talaga dan yang lainnya Pangeran Muhammad, Siti Armilah, Nyai Mas Lintangsari, Wiranggalaksana, Salamuddin, Puteran Eyang Tirta, Nursalim, RH Brawinata, Ibrahim, Pangeran Karawelang, Pangeran Jakarta, Sunan Rachmat di Bantarujeg dan masih banyak lagi.
Tahun 1650 Majalengka masuk pengaruh Mataram karena Cirebon telah menjadi kekuasaan Mataram. Waktu itu Cirebon dipegang oleh Panembahan Ratu II atau Sunan Girilaya.
PENGARUH SULTAN AGUNG MATARAM ABAD XVII
Tahun 1628 Tumenggung Bahureksa diperintahkan oleh Sultan Agung untuk menyerang Batavia, dengan bantuan pasukan-pasukan dari daerah-daerah manapun masalah logistiknya, juga pendirian loji-loji sebagai persediaan loistiknya di daerah Majalengka Utara, loji-loji banyak didirikan di Jatiwangi, Jatitujuh dan Ligung.
Mataram berpengaruh besar terhadap Majalengka, dimana banyak orang Mataram yang tidak sempat kembali ke tempat asalnya dan menetap di Majalengka.
Abad ke-XVII merupakan juga bagian dari pada peristiwa pertempuran Rangga Gempol yang berusaha membendung pasukan Mataram ke wilayah Priangan. Hal ini perlu diketahui bahwa wilayah Priangan akan diserahkan kepada V.O.C. (tahun 1677). Pasukan Rangga Gempol mundur ke Indramayu dan Majalengka.
Hubungan sejarah Sumedang yang menyatakan bahwa Geusan Ulun merupakan penurun para bupati Sumedang. Majalengka waktu itu masuk kekuasaan Sunan Girilaya, konon menyerahkan daerah Majalengka kepada Sunan tersebut sebagai pengganti Putri Harisbaya yang dibawa lari dari Keraton Cirebon ke Sumedang. Tahun 1684 Cirebon diserahkan Mataram kepada V.O.C. maka otomatis Majalengka masuk daerah V.O.C.
MASA PENJAJAHAN BELANDA DAN PENGHAPUSAN KEKUASAAN BUPATI ABAD XVIII
Tahun 1705, seluruh Jawa Barat masuk kekuasaan Hindia Belanda, pada tahun 1706 pemerintah kolonial menetapkan Pangeran Aria Cirebon sebagai seorang Gubernur untuk seluruh Priangan. Olehnya para bupati diberi wewenang untuk mengambil pajak dari rakyat, termasuk Majalengka bagi kepentingan upeti kepada pemerintah Belanda.
Paksaan penanaman kopi di daerah Maja, Rajagaluh dan Lemahsugih mengakibatkan banyak rakyat yang jatuh kelaparan.
MAJALENGKA PADA ABAD XIX
Tidak saja tanam paksa kopi, Pemerintah Hindia Belanda pun memaksa rakyat untuk menanam lada, tebu dan tanaman lain yang laku di pasaran Eropa. Hal ini semakin menambah berat beban rakyat sehingga kesengsaraan dan kelaparan terjadi di mana-man.
Tahun 1805 terjadi pemberontakan oleh Bagus Rangin dari Bantarjati menentang Belanda. pertempuran pun pecah dengan sengitnya di daerah Pangumbahan.
Pasukan Bagus Rangin yang berkekuatan ± 10.000 orang kalah dan terpaksa mengakui keunggulan Belanda. Tanggal 12 Juli 1812 Bagus Rangin menerima hukuman penggal kepala di kali Cimanuk dekat Karangsambung, sekarang beliau dinobatkan sebagai pahlawan. Waktu itu pada masa pemerintahan Gubernur Hindia Belanda Henrick Wiesel (1804-1808) dan dilanjutkan oleh herman Willem Daendels (1808-1811) kemudian oleh Thomas ST Raffles (1811-1816).
 
http://benaloe.wordpress.com/2008/02/03/sejarah-majalengka/